BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Asas
umum peradilan agama adalah untuk
sekedar membedakan dengan asas khusus yang melekat pada suatu masalah tertentu.
Asas ini menjadi pedoman umum dalam melaksanakan penerapan semangat
Undang-Undang dan keseluruhan
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 sebutkan asas-asas peradilan
agama...?
1.3
Tujuan
1.3.1 mengetahui asas-asas peradilan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Asas-asas hukum peradilan agama
Inti dari hiku terletak pada asasnya
yang kemudian diformulasikan menjadi perangkat peraturan perundan-undangan
begitu juga dengan peradilan agama, terutama pada saat beracara di pengadilan
agama, makaharus memperhatikan asas-asas sebagaimana yang termaktub dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tenteng peradilan agama. Adapun asas yang
berlaku pada peradilan agamahampir sama dengan asas-asas yang berlaku
diperadilan umum.
1. Asas
personalitas keislaman
Asas
pesonalitas keislaman hanya untuk melayani penelesaian perkara dibidang
tertentu sebagaimana yang tertuang dalam pasal 49 Undang-undang 3 Tahun 2006
yaitu menyelesaikan perkara perkawinan, zakat, waris, hibah, sedekah, dan
ekonomi syariah dari rakyat Indonesia yang beragama Islam. Dengan kata lain
keislaman seoranglah yang menjadi dasar kewenangan pengadilan di lingkungan
perdilan agama.
2. Asas
kebebasan/kemerdekaan
Asas
kebebasan adalah asas yang dimiliki oleh setiap badan perdilan. Kebebasan yang
dimaksud disini adalah tidak boleh ada pihak lain yang ikut campur tangan dalam
penanganan suatu perkara oleh pengadilan atau majelis hukum. Ikut campur tangan
ini contohnya berupa pemaksaan, diretiva atau rekomendasi atau yang datang dari
pihak ekstra yudisial, ancaman, dan lain sebagainya. Asas ini dapat ditemui
dalam pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 4 Thun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman.
3. Asas
tidak menolak perkara yang hukumnya tidak ada
Hakim
adalah yang dianggap paling tau mengenai hukum sehingga apabila seorang hakim
tidak menemukan hukum tertulis maka ia harus berijtihad dan menggali hukum yang
tidak tertulis untk memutuskan hukum sebagai orang yang bijaksana tanggung
jawab penuh kepad Tuhan yang Maha esa, diri sendiri, masyrakat , bangsa dan
Negara. Dasar hukum mengenai hal ini tedapat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 tentang kekuasaan kehakiman.
Dalam bahasa latin ketentuan ini dikenal
dengan sebutan ius curia novit yang artinya dianggap tau akan hukum sehingga
apapun permasalahan yang diajukan kepadanya maka iya wajib mencari hukumnya.
Wajib mengenali nilai nilai yang hidup dalam
masyarakat dengan kata lain hakim disini sebagai pembentuk hukum.
4. Asas
hukum wajib mendamaikan
Penyelesaian terbaik dalam suatu
permasalahan adalah dengan jalan damai. Islan lebih mengutamakan jalan
perdamaian dalam menyelesaikan permasalahan sebelum perkara tersebut
diselesaikan di pengadilan. Karena keputusan pengadilan dapat menimbulkan
dendam bagi pihak yang dikalahkan. Jadi sebelum menyelesaikan suatu masalah
atau perkara tersebut dengan keputusan pengadilan, hakim wajim mendamaikan
terlebih dahulu, jika hal ini tidak dilakukan maka keputusan yang dilakukan
hakim batal demi hukum.
5. Asas sederhana
cepet dan biaya ringan.
Asas
ini tertuang dalam pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
kekuasaan kehakiman. Beracara cepat, sederhana, dan biaya ringan merupakan
dambaan dari setiap orang pencari keadilan, sehingga apabla peradilan agama
kurang optimal dalm mewujudkan asas ini maka orang akan enggan beracara di
pengadilan agama.
6. Asas
mengadili menurut hukum dan persamaan hak.
Berdasarkan
pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman,
yaitu bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membeda-bedakan orang.
Dalam acara hukum perdata asas ini dikenal dengan audi et alteram parten yang
berarti bahwa pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan sama dengan adil,
masing-masing harus diberi kesempatan yang sama dalam memberikan pendapatnya.
Tidak
membeda-bedakan hukum dalam istilah sistem hukum anglo saxon adalah equality
before the law yang artinya bahwa setiap orang mempunyai persamaan kedudukan di
bawah hukum. Sedangkan lawan dari asas ini adalah diskriminasi yang berarti
membeda-bedakan hak dan kedudukan dalam sidang pengadilan.
7. Asas
persidangan terbuka untuk umum
Menurut
ketenyuan pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 bahwa sidang pemeriksaan
perkara perdata harus dilaksanakan dalam sidang terbuka untuk. Umum tujuan dari
asas ini adalah untuk menghindari terjadinya penyimpangan proses pemeriksaan.
Seperti berat sebelah, hakim bertindak sewenang-wenang. Dengan demikian sidang
terbuka untuk umum ini diharapkan agar :
1.
Dapat menjamin adanya social control atau tugas yang dilaksanakan oleh
hakim, sehingga hakim dapat mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair serta
tidak memihak.
2.
Untuk memberikan edukasi dan prepensi kepada masyarakat tentang suatu
peristiwa.
3.
Masyarakat dapat menilai mana yang baik dan mana yang buruk.
Pengecualian
dari asas ini adalah pada perkara-perkara tertentu yang menurut sifatnya
rahasia/privat antara lain terhadap sengketa perceraian, perkara anak dan
sebagainya. Meskipun sidang terbuka untuk umum khusus untuk rapat
permusyawaratan hakim bersifat rahasia.
Konsekuensi
yuridis jika asas ini tdak dipenuhi, misalkan dalam awal tidak dinyatakan bahwa
sidang terbuka untuk umum atau dalam putusan tidak ada kata kata diputuskan
dalam sidang terbuka untuk umum, maka sebagaimana ketentuan Pasal 19 ayat 2
putusan perkara tersebut bersifat batal demi hukum.
8. Asas
Hakim Wajib Memberikan Bantuan.
Artinya
haikm harus membantu secara aktif kepada pencari keadilan dan berusaha bersungguh-sungguh
dan sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat
tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
9. Asas
peradilan dilakukan dengan hakim majelis
Asas
ini secara eksplisit dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 yang
menyatakan bahwa pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan
sekurang-kurangnya 3 (orang) hakim, kecuali undang-undang menentukan hal lain.
Diantara ketiga hakim tersebut salah satunya menjadi ketua majelis hakim dan
berwenang untuk memimpin jalannya sidang peradilan.
Tujuan
diadakan sidang peradilan harus majelis hakim adalah untuk menjamin pemeriksaan
yang subjektif mungkin, guna memberi perlindungan hak-hak asasi manusia dalam
peradilan. Jika dalam hal ini tidak ada kesepakatan dalam rapat permusyawaratan
hakim, maka putusan diambil dengan cara voting. Sementara jika ada keputusan
yang berbeda maka keputusan tersebut tetap dilampirkan dalam putusan yang
bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan
dari pembahasan di atas bahwasanya di dalam
peradilan agama mepunyai asas-asas atau pokok yang harus di laksanakan
oleh peradilan agama sebagaimana yang tercantum diatas.
3.2 Saran
Penulis
menyarankan untuk menggunakan makalah ini sebagai acuan yang mutlak karena
makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh Karena itu penulis menyarankan kepada
semua pembaca makalah ini untuk mencari sumber-sumber lain untuk menyempurnakan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali.Oktoda makalah asas-asas umum peradilan agama,
tesedia ://http.simba corp.blogspot.com./2012/03/makalah asas asas umum
peradilan agama. (20 Maret 2012)
http//gokil8.wordpress.com/2011/04/13/asas hukum
peradilan agama.(13 April 2011)